Sedikit Coretan Marhansyah

Isi blog ini, merupakan Pemikiran dan Polarisasi Pemikiran yang pernah ada dalam kepalaku. Isi dan pelaku cerita, memang terkadang bukanlah "aku" dalam konteks yang sebenarnya. Meminjam kata "aku" atau "saya" bukan berarti saya yang menjadi pemeran dalam coretan ini. Sebagian kisah ini, atas persetujuan "ilalangliar" saya cuplik seolah-olah menjadi cerita dalam kehidupanku.

Thursday, June 29, 2006

Ajari Aku

Ajari aku kasih
'tuk mengerti dirimu
Ajari aku kasih
'tuk mengerti sikapmu

Banyak yang tak kumengerti
Separuh hatiku telah kau ambil
Kau siramkan cerita-cerita
tentang langkah-langkah yang membekas dalam
tentang masa-masa yang kau lalui
tentang tangan-tangan penuh kehangatan
yang terasa melindungimu
tentang banyak sekali yang masih lekat erat
dalam ayunan langkahmu
Kau katakan itu masa lalumu
Tapi ku rasa
semuanya masih kau simpan
dalam buku yang kau pegang
yang kau bawa melangkah
menyusuri hari-harimu.

Ajari aku kasih
'tuk menjalani hidup
dengan masa lalu, kini dan masa depan
----------

Note: istriku aku belajar banyak darimu, bukan hanya tentang 'itu' dan 'ini' tetapi juga tentang memaknai suatu perjalanan dan aku berharap dapat 'belajar' lagi dan lagi darimu.

Tuesday, June 13, 2006

Melampaui Diri Sendiri

Ini sebuah kisah nyata yang diceritakan oleh seorang bijak. Suatu malam, seorang laki-laki datang ke rumahnya dan berkata, "Ada sebuah keluarga dengan delapan anak yang sudah berhari-hari tidak makan." Mendengar hal itu bergegaslah orang bijak itu pergi membawa makanan untuk mereka.
Ketika tiba di sana ia melihat wajah anak-anak itu begitu menderita karena kelaparan. Tak ada kesedihan ataupun kepedihan di wajah mereka, hanya derita yang dalam karena menahan lapar.
Orang bijak itu memberikan nasi yang dibawanya pada sang ibu. Ibu itu lantas membagi nasi itu menjadi dua bagian, lalu ke luar membawa setengahnya. Ketika ia kembali, orang bijak itu bertanya, "Kau pergi kemana?" Ibu itu menjawab, "Ke tetangga-tetanggaku. Mereka juga lapar."
Orang bijak itu tercengang. Ia tidak heran kalau si ibu membagi nasi itu dengan tetangga-tetangganya, sebab ia tahu orang miskin biasanya pemurah. Yang ia herankan adalah karena si ibu tahu bahwa mereka lapar. Biasanya kalau kita sedang menderita, kita begitu terfokus pada diri sendiri, sehingga tak punya waktu untuk memikirkan orang lain.
Si ibu dalam cerita di atas adalah contoh orang yang telah dapat melampaui dirinya sendiri. Ia dapat melepaskan keterikatannya pada kebutuhan fisik dan secara bersamaan memenuhi kebutuhan spiritualnya yaitu untuk berbagi dengan orang lain. Kualitas semacam ini tentu tak dapat diraih dalam waktu singkat. Ini memerlukan proses pergulatan batin yang cukup panjang.
Kehidupan manusia memang senantiasa menjadi tempat pergulatan dua kepentingan utama: fisik dan spiritual. Kepentingan fisik adalah hal-hal yang kita butuhkan untuk bisa hidup di masa sekarang, seperti sandang, pangan dan papan. Ini kebutuhan jangka pendek kita. Sementara, kepentingan spiritual adalah hal-hal yang kita butuhkan untuk hidup di masa sekarang dan masa yang akan datang. Ini adalah kebutuhan jangka pendek sekaligus jangka panjang.
Pemenuhan kedua macam kebutuhan ini akan menghasilkan kualitas hidup yang tinggi. Sayang, banyak orang yang tak menyadari hal ini. Mereka menghabiskan hidup mereka hanya untuk mengumpulkan harta benda. Untuk itu mereka juga tak segan-segan menggunakan cara yang buruk: menciptakan kebijakan yang menguntungkan diri sendiri, menguras uang rakyat, mencuri uang perusahaan, maupun menciptakan konspirasi yang merugikan orang banyak.
Kalau kita renungkan secara mendalam, semua kejahatan yang ada di dunia ini berasal dari satu kata: keserakahan. Dan, akar keserakahan adalah pada cara kita memandang hidup ini. Selama kita melihat diri kita semata-mata makhluk fisik belaka, selama itu pula kita tak dapat membendung keinginan kita untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Betapa banyaknya dalam kehidupan sehari-hari kita melihat orang yang berpenghasilan biasa-biasa saja, tetapi memiliki harta yang luar biasa banyaknya.
Ada banyak alasan yang dapat dikemukakan untuk merasionalkan hal itu. Pertama, semua orang yang mendapat kesempatan pasti akan melakukannya. Kedua, penghasilan yang saya dapatkan terlalu kecil dan tidak seimbang dengan pengorbanan yang saya berikan. Ketiga, toh kekayaan yang saya dapatkan tidak saya nikmati sendiri tetapi saya gunakan untuk membantu anak yatim, membiayai orang tua dan saudara yang sedang sakit, membangun sekolah, dan sebagainya. Dengan berbagai alasan tersebut kita mendapatkan ''ketenangan sementara'' karena seolah-olah perbuatan yang kita lakukan telah berubah menjadi legal, rasional atau paling tidak dapat dimaklumi.
Namun, ketenangan semacam ini tidaklah langgeng. Pasti ada sesuatu dalam diri kita yang kembali mengusik kita, membuat kita resah dan gelisah. Perhatikanlah orang-orang yang hidup dengan cara ini. Mereka sangat rentan terhadap perubahan yang sekecil apapun. Mereka sangat jauh dari ketentraman yang sejati. Betapapun banyaknya harta yang mereka kumpulkan tak akan pernah melahirkan perasaan cukup dan puas. Sebuah pepatah mengatakan, ''The world is enough for everybody, but not enough for one greedy.'' Apa yang disediakan oleh dunia ini sebetulnya cukup untuk semua orang, tetapi tidak akan cukup untuk seorang yang rakus.

Disadur dari berbagai sumber www.republika.co.id

Monday, June 05, 2006

Tanda-Tanda Kah?

Teman saya sembari berjalan menuju kantin, untuk makan siang di tempat kerja berkata pada saya, "Lang, Dua daerah Istimewa di Indonesia dilanda musibah besar-besaran nih. Kamu liat nggak bahwa ini merupakan tanda-tanda?"
Aku terkaget. Aku juga baru nyadar kalo musibah besar dua tahun terakhir ini terjadi di Aceh dan di Yogya, dua daerah Istimewa. Iya, daerah istimewa. Tapi, terus terang, aku tidak tahu apa yang dimaksudkan teman saya itu.
Aku tidak mau memperjang pembicaraan masalah itu.
Memang, akupun pernah mendengar dari para ulama, baik itu melalui ceramah, atau khutbah-khutbah, bahwa suatu musibah bisa merupakan ujian atau cobaan, bisa merupakan teguran dan bisa juga merupakan azab.
Indonesia, negaraku ini, yang memiliki dua daerah yang disebut istimewa tadi, menurutku sedang diberikan teguran, agar 'memperhatikan' dua daerah istimewa ini. (ah... aku tidak bisa berprediksi untuk musibah ini, yang penting menurutku saat ini, mari kita galang solidaritas dan kebersamaan kita untuk meringankan beban sodara-sodara kita yang sedang dilanda musibah tersebut). Yang berharta, mari bantu dengan harta. Yang memiliki tenaga dan keahlian, mari bantu dengan tenaga. Yang bisa membantu dengan do'a, mari kita bantu dengan do'a.
Aku turut berduka saudaraku,
Aku dengar jeritmu dari sini...
Aku dengar..