Sedikit Coretan Marhansyah

Isi blog ini, merupakan Pemikiran dan Polarisasi Pemikiran yang pernah ada dalam kepalaku. Isi dan pelaku cerita, memang terkadang bukanlah "aku" dalam konteks yang sebenarnya. Meminjam kata "aku" atau "saya" bukan berarti saya yang menjadi pemeran dalam coretan ini. Sebagian kisah ini, atas persetujuan "ilalangliar" saya cuplik seolah-olah menjadi cerita dalam kehidupanku.

Thursday, June 30, 2005

Takut

Aku takut tidak bisa kembali
Aku takut tidak bisa melihatmu lagi
Aku takut...

Tapi,
Bukan itu saja yang membuatku takut
Aku takut,
bila pada saatnya aku bisa kembali
bila pada saatnya aku bisa melihatmu lagi
engkau tidak mengenaliku lagi.

mohon pamit....

Monday, June 06, 2005

Peace Maker or Peace Keeper

Waktu usia kira-kira sembilan tahun atau lebih sedikit, saat saya duduk dikelas 3 eSDe, saya mulai dikenalkan pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang di singkat IPA. Karena sekolah saya di daerah, maka sangat terbatas sekali alat peraga yang digunakan oleh guru saya waktu itu. Saya ingat waktu itu, untuk melihat 'bentuk dunia' yang kami menyebutnya 'bola dunia' (globe), kami harus mengumpulkan beberapa puluh rupiah dari dari orangtua kami, kemudian dikumpulkan oleh guru untuk dibelikan bola dunia ke kota. Kami merasa bersyukur karena selain alat-alat peraga yang harus dibeli tersebut; ternyata kami memiliki banyak hal yang bisa kami lihat secara langsung. Seperti berbagai jenis tumbuhan dan binatang, kami tinggal melangkah ke belakang sekolah, karena ada semak belukar, bahkan hutan belantara. Dengan mudah sekali kami menemukan jenis pepohonan atau tumbuhan yang disebutkan dalam buku pelajaran. Begitupun dengan hewan-hewan. Kami sangat mengenal hewan tupai, monyet bahkan babi hutan dan harimau. Sesuatu yang bagi teman-teman kami yang berada di perkotaan, hanya dapat dilihat lewat alat peraga. Atau kalau memang berkecukupan, harus melihat ke Kebun Binatang. :)
Lebih mengenal alam, itu yang banyak kami rasakan pada saat itu. Kamipun diminta 'mempraktekkan' langsung dalam menanam berbagai tanaman dan pepohonan yang tumbuh di hutan di lingkungan sekolahan kami. Alam akan selalu bersahabat dengan mereka yang menjaganya. Begitu kata pak guru kami waktu itu. Jadilah orang yang mengelola alam dengan 'keseimbangan', kalau tidak bisa, minimal jangan merusaknya.
Be Peace Maker or Peace Keeper, tampaknya apa yang guru saya sampaikan itu masih sangat relevan untuk saat ini.
Terimakasih Pak Guru dan Ibu Guru....

*saat teringat guru SD saya*

Thursday, June 02, 2005

Mulai dari hal-hal kecil

Sederhana saja: mulailah dari hal-hal kecil!
Kata-kata itu sangat sering kita dengar. Tapi, sangat sering pula kita 'lupa' akan pesan moral yang ada dalam kata-kata tersebut.
Membuka kembali dongeng cerita yang berjudul 'Harta Karun Yang Tertinggal' mengingatkan kembali ingatan saya akan begitu dahsyatnya pesan moral yang terkadang kita lupakan.
Konon, di suatu desa di jaman dahulu kala. Seorang petani miskin mempunyai lima orang putra. Sayang kelima putranya itu hanya bermalas-malasan saja, tidak mau membantu pekerjaan bapaknya di sawah. Sudah berkali-kali bapaknya menasehati mereka agar jangan bermalas-malasan saja, tapi semua itu tiada diindahkan oleh anak-anaknya. Tentu saja petani itu harus bekerja keras agar dia dapat mencukupi kebutuhan anak-anaknya itu. Karena umur yang semakin tua dan tidak ada yang membantu pekerjaanya, maka suatu hari si petani itu jatuh sakit. Semakin hari sakitnya kelihatan semakin parah.
Anak-anaknya kebingungan, sebab tidak ada yang mengurusi sawah mereka. Apalagi bapaknya semakin kurus dan hampir-hampir tidak bisa bicara.
Malam harinya si petani meminta anak-anaknya berkumpul. Setelah berkumpul semua, berkatalah dia kepada anak-anaknya.
"Anak-anakku... sakit bapak semakin parah. Mungkin usia bapak sudah tidak lama lagi....."
Anak-anaknya semua diam, tidak sanggup berkata apa-apa.
"Bapak, ingin menyampaikan bahwa:.... di sawah kita ada harta karun....."
Anak-anaknya terperanjat!
"Ada harta karun di sawah kita...?" ucap mereka serentak.
"iya.... galilah.... uhuk-uhukk..!" jawab bapak mereka.
"di mana pak? dimana...?"
Bapak itu ternyata sudah tiba ajalnya tanpa sempat memberitahukan dimana tempat harta karun itu berada.
Esok harinya, kelima anak-anak petani miskin itu mulai menggali. Sehari belum mereka temukan, mereka lanjutkan lagi esok harinya. Sehingga semua sawah mereka tergali dengan cangkul-cangkul mereka. Anak tertua berinisiatif untuk menanami dengan padi, karena sawah mereka sudah siap untuk ditanami.
Tanaman padi mereka tumbuh subur, hingga tibalah waktu panen mereka.
Sawah itu menghasilkan padi yang begitu banyak, sehingga mereka dapat menjual sebagian dari hasil panenan sawah itu.
"saya rasa, inilah harta karun yang bapak maksudkan..."
salah seorang anak petani itu berkata.....

Sederhana sekali bukan? :) *maaf tiada maksud menggurui... *